TEMPO.CO, Bandung - Mario Balotelli tak hanya menjadi penyerang tim sepakbola Italia. Ia pun dijadikan simbol oleh perupa Tisna Sanjaya untuk melawan korupsi di Indonesia. Begitulah inti cerita lukisan terbaru Tisna yang dilelang untuk menyumbang gedung baru KPK.
Menurut Tisna, lukisan itu dikerjakan mendadak dalam hitungan jam. Mulai menyapu kuas pada Ahad dini hari, 1 Juli 2012, pukul 04.00 WIB, lukisan itu malamnya langsung dilelang di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung. ”Masih agak basah, lukisannya baru kena angin di jalan waktu dibawa dari rumah,” katanya, Senin, 2 Juli 2012.
Seniman kelahiran Bandung berusia 54 tahun itu menyumbang karya sebagai dukungan kepada gerakan Solidaritas Bandung untuk KPK. Masih hangat oleh suasana Piala Eropa dan terkesan oleh permainan Balotelli, Tisna menjadikannya sebagai figur pada kanvas berukuran 120 x 180 sentimeter itu.
Dalam benak Tisna, Balotelli pantas mewakili sosok seorang ayah atau pemimpin yang kuat dan gagah. Ia menggendong seorang anak kecil sebagai tanda yang kuat wajib melindungi yang lemah. Mata Balotelli juga menatap sebuah bola yang melayang di depannya. ”Bola itu seperti tujuan, imajinasi ke depan tentang sebuah negara yang bersih dengan kejujuran,” ujarnya.
Di sekeliling Balotelli juga beterbangan burung-burung hitam dan keluar akar sebagai simbol tubuh-tubuh organik dan negara yang tumbuh. Untuk itu, kata dia, perlu Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membenahi kondisi negeri ini. ”Kalau KPK mau dibabat, kita harus lawan bersama,” ujar dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB itu serius.
Kali ini Tisna tak memakai arang atau cat minyak untuk polesan warna hitam yang dominan di karya berjudul Aura Seniman itu. Ia memakai aspal khusus. ”Simbolik juga, sebagai jalan menuju Indonesia bebas korupsi,” katanya.
Di tempat penggalangan dana, karyanya dibawa pulang arsitek Ridwan Kamil seharga Rp 5 juta. Keesokan harinya, ternyata ada penawar lain. Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Ery Riana Hardjapamekas, ikut kepincut. Eri memiliki lukisan itu dengan uang Rp 8 juta. ”Dari dulu suka dengar namanya saja, baru kali ini ada kesempatan sekaligus menyumbang buat gedung KPK,” ujarnya.
Ery mengaku sebagai kolektor beberapa lukisan seperti karya Rus Rusyana. Karya Tisna menjadi yang perdana. ”Lukisan maestro nggak ada, kemampuan beli saya cuma Rp 5 juta sampai 10 juta,” katanya.
ANWAR SISWADI
sumber : yahoo.com
Seniman kelahiran Bandung berusia 54 tahun itu menyumbang karya sebagai dukungan kepada gerakan Solidaritas Bandung untuk KPK. Masih hangat oleh suasana Piala Eropa dan terkesan oleh permainan Balotelli, Tisna menjadikannya sebagai figur pada kanvas berukuran 120 x 180 sentimeter itu.
Dalam benak Tisna, Balotelli pantas mewakili sosok seorang ayah atau pemimpin yang kuat dan gagah. Ia menggendong seorang anak kecil sebagai tanda yang kuat wajib melindungi yang lemah. Mata Balotelli juga menatap sebuah bola yang melayang di depannya. ”Bola itu seperti tujuan, imajinasi ke depan tentang sebuah negara yang bersih dengan kejujuran,” ujarnya.
Di sekeliling Balotelli juga beterbangan burung-burung hitam dan keluar akar sebagai simbol tubuh-tubuh organik dan negara yang tumbuh. Untuk itu, kata dia, perlu Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membenahi kondisi negeri ini. ”Kalau KPK mau dibabat, kita harus lawan bersama,” ujar dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB itu serius.
Kali ini Tisna tak memakai arang atau cat minyak untuk polesan warna hitam yang dominan di karya berjudul Aura Seniman itu. Ia memakai aspal khusus. ”Simbolik juga, sebagai jalan menuju Indonesia bebas korupsi,” katanya.
Di tempat penggalangan dana, karyanya dibawa pulang arsitek Ridwan Kamil seharga Rp 5 juta. Keesokan harinya, ternyata ada penawar lain. Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Ery Riana Hardjapamekas, ikut kepincut. Eri memiliki lukisan itu dengan uang Rp 8 juta. ”Dari dulu suka dengar namanya saja, baru kali ini ada kesempatan sekaligus menyumbang buat gedung KPK,” ujarnya.
Ery mengaku sebagai kolektor beberapa lukisan seperti karya Rus Rusyana. Karya Tisna menjadi yang perdana. ”Lukisan maestro nggak ada, kemampuan beli saya cuma Rp 5 juta sampai 10 juta,” katanya.
ANWAR SISWADI
sumber : yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar
comment it